noblescent

a personal blog

SPEAK OUT LOUD AND PROUD SISTAHZ!

Al-Arham Edisi 13 (A): Perempuan, Beranilah Berpendapat!


Dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan tidak dibedakan peranannya dalam kehidupan masyarakat. Keduanya berkesempatan yang sama untuk berbuat yang terbaik, menyampaikan aspirasi, memperjuangkan hak-hak dan kesetaraan di antara mereka.

Dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang mengakomodir aspirasi perempuan. Misalnya, ayat 35 surat Al-Ahzab yang mengakui kesetaraan lelaki-perempuan di hadapan Tuhan. Ayat ini turun setelah Ummu Salamah ra. memberanikan diri bersuara dan bertanya pada Nabi Muhammad saw., perihal perempuan yang jarang diungkap dalam Alquran sebagaimana lelaki. Seketika itu Nabi saw. berkhotbah bahwa Allah swt. telah berfirman:

"Sesungguhnya lelaki dan perempuan yang muslim, lelaki dan perempuan yang mukmin, lelaki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, lelaki dan perempuan yang benar, lelaki dan perempuan yang sabar, lelaki dan perempuan yang khusyuk, lelaki dan perempuan yang bersedekah, lelaki dan perempuan yang berpuasa, lelaki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, lelaki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Dalam Alquran terekam pula peristiwa perselisihan Khaulha binti Malik bin Tsa'labah dan suaminya Aus bin Shamit. Khaulha mengadu pada Nabi bahwa suaminya telah men-zihar-nya (menyerupakan fisik istri dengan ibunya, sehingga istri menjadi haram digauli suami). Setelah zihar itu, sang suami memaksanya berhubungan seksual. Tapi Khaulha bersikeras menolak dan berani mengatakan tidak atas kemauan suaminya itu, sampai suaminya menjauhi dirinya. Mendengar pengakuan itu, Nabi pun menjelaskan hukum seorang suami yang melakukan zihar terhadap istrinya.

Pembelaan Alquran kepada perempuan juga terjadi ketika Abdullah bin Ubayy bin Salul, gembong kaum munafik, mencoba melacurkan Mu'adzah yang sedang hamil. Lelaki itu berjanji akan menebus anak Mu’adzah jika lahir nanti dengan harga mahal. Tapi Mu'adzah menolaknya. Lalu Nabi memberi pembelaan yang kuat bagi perempuan seperti Mu'adzah. Bahwasanya, bagi perempuan yang dipaksa melacur, sesungguhnya Allah swt. adalah Maha Pengampun dan Penyayang.

Tiga kasus di atas jelas menunjukkan keberanian perempuan berpendapat dan menyuarakan haknya. Ummu Salamah dan Khaulha memperjuangkan hak perempuan (istri), sedang Mu'adzah memperjuangkan hak reproduksinya dari tangan-tangan dzalim. Walau ketiganya berbicara untuk kondisi mereka sendiri, tapi sebenarnya mereka menyuarakan perempuan umumnya. Selain itu, kisah ini berarti, sejak awal perempuan muslim sudah berkesadaran untuk menyatakan sikap hidupnya, walau menghadapi resiko besar. Lalu, apakah kesadaran ini juga telah dimiliki perempuan sekarang?



***



Dalam sejarah, majlis taklim untuk perempuan telah ada pada masa Nabi. Seperti disinggung di atas, alasan adanya majlis ini sebab kebutuhan sahabiyat (sahabat perempuan) akan ilmu agama sebagaimana sahabat laki-laki. Jadi, menurut mereka, Nabi harus menyediakan waktu khusus bagi perempuan agar belajar agama. Sedang selama ini, perhatian Nabi kepada lelaki lebih besar daripada kepada perempuan. Maka Nabi langsung menyetujui pendapat dan keinginan para sahabiyat itu.

Dari majlis taklim ini, sahabiyat memiliki komunitas bersama. Dari komunitas itu, tercatatlah nama Asma' binti Yazid, salah seorang sahabiyat cerdas yang diangkat sebagai juru bicara mereka. Suatu kali di hadapan para sahabat lelaki, Rasulullah memuji kemampuan Asma' ini. Dan kebetulan, tema pembicaraan yang mendatangkan pujian Nabi ini tentang kesetaraan lelaki dan perempuan.

Pernyataan sekaligus pertanyaan Asma' tentang kesetaraan itu adalah contoh yang baik bagi perempuan untuk belajar berpendapat. Di sini, sahabiyat biasa mengajukan pertanyaan, mengadukan persoalan mereka, dan berpendapat di masjid atau dalam suatu forum terbuka. Inilah salah satu cara sahabiyat menyampaikan aspirasinya yang bisa dicontoh perempuan di masa sekarang.

Menyampaikan aspirasi, memperjuangkan hak perempuan, atau mencari tahu ilmu agama itu, telah jadi tradisi yang tumbuh subur di kalangan sahabiyat, terutama di kalangan Anshar. Karenanya, Ummul Mukminin, Aisyiah ra. memuji sikap perempuan Anshar yang tidak dihalangi rasa malu dalam tafaqquh fiddin. Imam Bukhari juga mengabadikan pujian Aisyah ini dalam judul bab di salah satu bahasan tentang Ilmu dalam kitab Sahih Bukhari-nya. Sedang Imam Muslim menyitir pernyataan itu dalam suatu hadis mauquf dalam Sahih Muslim-nya.

Pada Akhirnya, Nabi telah memberi teladan yang ideal mengenai bagaimana perempuan menyuarakan aspirasi, sekaligus bagaimana seharusnya para pemegang otoritas mewadahi aspirasi itu? Padahal Nabi adalah Rasulullah yang punya hak penuh mengatur umatnya, tapi tak sedikitpun Nabi menghalangi perempuan untuk bersuara.

Jika sahabiyat telah memulainya, marilah kita, perempuan, jangan ragu-ragu memperjuangkan hak dan aspirasi kita. Perempuan, beranilah mengemukakan pendapat! Wallahul musta’an. [Fatimah-Cianjur, Dari berbagai Sumber Tafsir dan Hadis]

Comments

Post a Comment

Do you have any comments, concerns or inquiries? Or else, just drop me a note to say hi! :)

back to top